Minggu, 20 Maret 2011

MENELADANI SIFAT INTEGRITAS DARI SAYIDINA UMAR BIN KHATTAB

Khalifah Umar  bin Khattab dari kabilah bani Adi, suatu keturunan yang menunjukkan kebesaran dan kehormatan dari suatu kaum. Salah satu suku Quraisy yang dikenal dengan ketrampilan  sebagai negoisator. Walau dari seorang  yang dikenal jago gulat dan orator ulung yang sangat keras menentang perjuangan Rasulullah dalam berdakwah tapi pada akhirnya menjadi pengawal paling gagah berani dalam menegakkan Islam.

Setelah pengangkatannya sebagai Khulafaur Rasyidin yang ke-2 Sayidina Umar berhasil menyatukan daratan Arabia sebagian Asia dan Eropa serta Afrika.  Kerajaan Constantinopel, Babilonia, Bizantium maupun Ctesiphon yang terkenal mempunyai armada tempur modern pun dengan mudah dapat dihancurkanya. Tapi semua kejayaan dan keagungan yang diperolehnya tidak merubah kesederhaan dan kesucian hatinya.

Pada suatu malam tatkala baginda sedang  tekun bekerja di bilik istananya, tiba-tiba Abdillah seorang putranya masuk untuk membincangkan sesuatu hal yang berhubungan dengan urusan keluarga. Tiba-tiba Umar memadamkan lampu yang terletak di mejanya yang digunakan untuk menerangi bilik kerjanya itu. Putranya merasa heran melihat sikap ayahnya itu seraya bertanya: "Kenapa ayah padamkan lampu itu?" Maka jawab ayahnya: "Benar  wahai anakku, tetapi kau harus ingat lampu yang sedang ayah gunakan untuk bekerja ini kepunyaan kerajaan. Minyak yang digunakan itu dibeli dengan menggunakan uaang kerajaan, sedang perkara yang hendak anakkanda perbincangkan dengan ayahanda adalah perkara keluarga."
Lantas Umar meminta pembantunya membawa lampu dari bilik dalam. Kemudian baginda pun berkata kepada putranya: "Sekarang lampu yang baru kita nyalakan ini adalah kepunyaan keluarga kita, minyak pun kita beli dengan uaang kita sendiri. Silakan kemukakan apa masalah yang anakanda ingin katakan  dengan ayahanda."

Kisah lain dari Sayidina Umar ketika salah satu dari anaknya, Abu Syahmah kedapatan mabuk didepan umum. Masalah ini tidak diselesaikan secara kekeluargaan dengan memanfaatkan jabatanya sebagai pemimpin tertinggi di daratan Arabia. Atas putusan siding pengadilan Abu Syahmah dihukum penuh delapan puluh cambukan. Diapun tewas. Integritas yang sangat mahal harganya.

Sayang sifat kesederhanaan dan memegang teguh prinsip integritas ini tidak diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin ke-3 Ustman bin Affan yang merekrut gubernur-gubernur dan pejabat-pejabat tinggi dari kabilahnya sendiri, memberikan keleluasaan para pejabat untuk menumpuk-numpuk kekayaan dan tidak berani untuk memecat pejabatnya. Sebagai contoh tatkala Khalid bin Uqbah gubernur Kufah yang didapati mabuk sampai tak sadarkan diri Utsman tidak memecatnya apalagi  menghukum cambuk 80 kali sampai mati seperti yang dilakukan Umar terhadap anaknya.

Demikianlah besarnya sifat amanah dari seorang Amirul Mukminin dengan kekuasaan yang maha luas. Bisakah kita sebagai pemimpin meneladani  sifat amanah dari seorang  Umar yang telah menjalani hidup dengan kekayaan batin dan integritas pribadinya yang nyaris sempurna.

Disarikan dari buku Barnaby Rogerson "The Heirs of the Prophet Muhhamad"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar